Title : Lost
Author : Alice
Cast : Shin Sekyung (Actress), Kim
Jonghyun (SHINee), Key (SHINee)
Genre : Romance
Rating : General
Length : Chaptered (Part 3)
Author’s note :
Ah, it’s part 3
already! Terima kasih untuk pembaca yang masih setia menunggu kelanjutan dari
FF ini. Maaf untuk keterlambatan yang super keterlaluan! >< Author
sedikit sibuk dengan kegiatan sekolah, hihi. Untuk permintaan maaf, di part 3
ini spesial Author tulis pertemuan kembali Jonghyun dan Sekyung! Happy reading.
Don’t forget to RCL and Google + ^_^
∞ Lost ∞
“Kau
yakin?” tanya Key ragu.
“Tentu saja!” Jonghyun mengacak-acak
kecil rambutnya untuk menciptakan efek berantakan yang ‘seksi’. Ia bisa melihat
Key menggosok dagunya ragu dari pantulan cermin dihadapannya.
“Aku bisa mengantarmu dengan mobil.”
Bujuk Key.
“Aku sudah dewasa, Key-goon.” Jonghyun
berbalik memunggungi cermin dan berdiri menghadap Key sekarang. Ia memasang jam
pada pergelangan tangan kirinya dan duduk pada tepian ranjang, tepat di samping
Key.
“Bagaimana kalau Onew Hyung tahu kau
pergi sendiri?” Key mengerucutkan bibirnya. Selama Onew dan anggota lain tidak
ada di rumah hari ini, ia harus menjaga Jonghyun dan memastikan jika pria itu
tidak pergi kemanapun. Key tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada
dirinya jika Onew tahu diam-diam ia meloloskan Jonghyun.
“Akan kuberitahu ia nanti.” Jonghyun
menepuk-nepuk jaket hitam yang ia kenakan. Ada sedikit debu yang menjadi cela
dari penampilannya. Key hanya mengangguk pasrah.
“Baiklah.” Key mendesah kecil,”Jika kau
butuh tumpangan, telepon saja aku.”
“Tidak akan!” Jonghyun menjulurkan
lidahnya, membuat bibir Key makin mengerucut. Kemudian keduanya sama-sama
tertawa dan melangkah menuju pintu flat.
“Jangan pulang lewat dari jam tujuh
malam! Kau harus makan malam di rumah hari ini.” Tunjuk Key tepat pada wajah
Jonghyun yang sukses melongo.
“Apa? Kau pikir berapa umurku sekarang?”
Jonghyun mendengus kesal,”Aku bukan anak kecil berumur lima tahun yang harus
pulang tepat waktu pada jam tujuh malam!”
“Kau ingin melihatku babak belur di
tangan Onew Hyung, eoh?” Key mendorong pelan dahi Jonghyun sambil terkikik
kecil, melihat ekspresi kekalahan Jonghyun sudah cukup membuatnya senang.
Setidaknya rasa khawatir yang sempat bersarang di dadanya sedikit berkurang
sekarang.
“Baiklah, aku mengerti.” Jonghyun
mengusap dahinya pelan,”Aku berangkat. Sampai jumpa.”
“Ya, sampai jumpa. Hati-hati di jalan!”
Jonghyun mengetuk-ngetukkan ujung
sepatunya di lantai koridor dan melambai kecil pada Key. Kakinya mulai
melangkah menuruni tangga flat yang mereka huni selama ini. Rasanya sudah lama
sekali sejak terakhir kali Jonghyun berjalan di dalam dorm itu. Ia menghirup napas dalam-dalam, menyunggingkan senyum
kecil di wajahnya, dan melangkahkan kakinya mantap menuju dunia luar.
Sejak keluar dari rumah sakit, Jonghyun
bisa merasakan sikap over protective yang
berlebihan dari keempat rekannya. Seperti yang barusan Key katakan, ia tidak
diperbolehkan untuk pulang melewati jam malam yang sudah mereka tetapkan
sendiri tanpa persetujuan darinya. Tak hanya itu, masih banyak tindakan sok
melindungi yang justru terlihat konyol di mata Jonghyun. Ia tidak pernah
terlambat makan sekarang. Setiap kali ia melangkah menuju ruang makan, banyak
makanan berjejer di meja. Rupanya diam-diam Taemin menelepon ahjumma, si asisten rumah tangga mereka,
untuk memasak lebih sering.
“Aku sangat senang dengan perhatian
kalian.” Kata Jonghyun suatu hari,”Tapi aku merasa seperti nenek-nenek yang
hampir mati yang bahkan untuk duduk pun tak bisa.”
Mendengar keluhan Jonghyun, Onew hanya
tertawa dan menyuruhnya untuk lebih banyak istirahat. Bagaimana mungkin ia bisa
sembuh jika yang ia lakukan sepanjang hari hanyalah berbaring di ranjang?
“Ahjussi, aku minta cokelat yang ini.”
Tunjuk Jonghyun pada sebuah cokelat dalam rak kecil. Ahjussi pemilik toko pun bergegas mengambil cokelat yang
ditunjukkan oleh Jonghyun dan meletakkannya pada etalase. Jonghyun mengeluarkan
beberapa lembar uang receh dan mengucapkan terima kasih.
Tadi pagi, setelah Jonghyun bangun dari
tidur, mendadak ia teringat pada pembicaraan keempat anggotanya semalam.
Pikirannya sangat terusik dengan nama Shin Sekyung. Siapa wanita itu sebenarnya?
Kenapa Key menggunakan julukan “orang yang dihilangkan” sebagai kata ganti dari
nama ‘Shin Sekyung’? Rasa penasaran yang membuncah menuntun Jonghyun untuk
mengetik nama itu pada mesin pencarian, dan hasil yang ia dapatkan pun berhasil
membuatnya ketakutan. Berbagai artikel dengan tema ‘pembunuhan Jonghyun SHINee’
memenuhi daftar teratas dari pencariannya.
Dan sepertinya Jonghyun mulai
mempercayai obrolan teman-temannya semalam. Wanita itu hampir membunuhnya.
Tapi, apa alasannya? Dan kenapa ia tidak bisa mengingatnya sedikit pun?
Jonghyun menghela napas kecil dan menyimpan cokelat yang barusan ia beli dalam
kantung jaket sebelah kanan. Kakinya berjalan keluar dari toko kecil itu dan
kembali meneruskan perjalanannya.
Jalanan Seoul tak terlalu ramai hari
itu. Cuaca yang terik membuat sebagian orang malas untuk beraktivitas di luar.
Mereka lebih memilih untuk menghabiskan hari dengan berendam di kolam atau
mengunjungi pantai untuk sekedar liburan. Walaupun begitu Jonghyun tetap
menutup rapat-rapat mukanya dengan masker, kacamata hitam, dan snap back hitam pula. Ia berusaha sekuat
mungkin untuk menyembunyikan identitas aslinya. Karena tujuannya hari ini
adalah mengunjungi wanita itu.
∞Lost∞
“Biar
kubawakan tasmu.”
“Eh,
tidak usah.” Tolak Shin Sekyung halus,”Aku bisa membawanya sendiri.”
“Tidak,
biar aku saja yang membawanya.” Jonghyun merebut pelan tas tangan yang dibawa
kekasihnya itu dan menyampirkannya di pundak. Sekyung terkikik geli.
“Eh,
kenapa?” tanya Jonghyun keheranan, namun Sekyung tetap terkikik.
“Tidak,
hanya saja kau terlihat seperti seorang Ahjumma.”
“Sial.”
Balas Jonghyun. Kemudian mereka berdua pun tertawa bersamaan.
“Bagaimana
shooting-mu akhir-akhir ini?” tanya Jonghyun memulai
percakapan kembali. Sekyung mengetuk-ngetuk pelan bibirnya, berusaha menyusun
kata-kata untuk mendeskripsikan pekerjaannya yang sedang menanjak.
“Lumayan.”
“Apa
maksudnya dengan lumayan?” Dahi Jonghyun berkerut.
“Semuanya
berjalan lancar. Kata sutradara aktingku cukup bagus. Para staff juga
mengatakan hal yang sama. Aku senang bisa bekerja dengan mereka.” Papar Sekyung
dengan senyum penuh kebahagiaan.
Sementara
Sekyung tetap melanjutkan ceritanya, diam-diam Jonghyun menatap wanita
idamannya itu dengan penuh ketertarikan. Setiap senyum Sekyung, ekspresi
wajahnya, Jonghyun suka dengan setiap detil hal yang Sekyung lakukan. Rasanya
seperti bermimpi, ia bisa bersama dengan wanita yang ia idam-idamkan sejak
setahun yang lalu. Bagaimana mungkin seorang malaikat secantik dirinya mau
dengan pria kerdil sepertiku, tanya Jonghyun pada dirinya sendiri. Tiba-tiba
Sekyung menepuk pelan pipi kiri Jonghyun, menyadarkannya dari lamunan singkat.
“Ada
apa?” tanya Sekyung.
“Bukan
apa-apa.” Jawab Jonghyun sambil menghela napas,”Aku hanya tidak menyangka jika
akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana aku berjalan disampingmu dan
mendengarkan cerita tentang kegiatanmu sehari-hari. Bagiku, tidak ada hal lain
lagi yang lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu bersamamu.”
Mendengar
penuturan manis itu, Sekyung memalingkan mukanya pada arah lain untuk
menghindari tatapan Jonghyun. Walaupun begitu, Jonghyun yakin wajah putih
gadisnya itu pasti bersemu merah sekarang. Jonghyun memberanikan diri untuk
menggenggam tangan kanan Sekyung, menarik dagu gadisnya, dan mencium sekilas
bibir merah merekahnya. Sekyung menunduk menahan malu, sementara Jonghyun tergelak
melihat ekspresi yang ditunjukkan kekasihnya itu.
“Apa
kau tahu? Aku sudah menyiapkan sepatu dengan sol tebal agar bisa kugunakan
ketika saat ini datang.” Kata Jonghyun dengan tawa keras. Sekyung pun tertawa.
Ia tahu pria disampingnya ini tidak begitu tinggi. Pasti selama ini Jonghyun
berpikir keras. bagaimana caranya agar semua terasa tepat saat ia mencium
Sekyung.
“Aku
mencintaimu, Sekyung-ah.”
Sekyung tersentak dari tidurnya. Jam
disampingnya berdering keras. Sekyung merutuk habis-habisan benda sialan itu
yang sudah membangunkannya dengan cara tidak sopan. Padahal baru saja ia
memimpikan hal yang sangat indah. Sekyung duduk pada pinggiran ranjangnya dan
menopang dagunya dengan sebelah tangan.
Aku
mencintaimu, Sekyung-ah.
Terdengar sangat nyata di telinga
Sekyung. Jantungnya selalu berdegup kencang tiap kali mengingat malam itu.
Bahkan mendengar nama pria itu saja bisa membuat Sekyung menggigil gugup.
Sekyung mengacak-acak rambutnya
frustasi. Tidak seharusnya ia memimpikan hal itu. Bukankah ia sudah berjanji
pada dirinya sendiri bahwa ia akan melupakan pria itu, terlebih sudah dua tahun
berlalu sejak… Ah, sudahlah, desah Sekyung pasrah.
Sekyung bangkit dari duduknya dan
berjalan menuju kulkas di sudut kamar, sebelum langkahnya terhenti karena ia
mendengar sesuatu dari arah ruang tamu flatnya. Sekyung berjalan malas dan
tertegun mendengar ketukan di pintunya. Siapa yang datang berkunjung?
“Tunggu sebentar.” Kata Sekyung sambil
terburu-buru menghampiri pintu.
Hampir saja Sekyung terjatuh saat
melihat sosok yang berdiri di hadapannya sekarang. Seorang pria dengan snapback hitam bertuliskan angka 23
tersenyum kecil menyapanya. Kedua tangannya menggenggam erat pinggiran pintu.
“Hai, Sekyung-ssi.”
Sekyung mendadak mundur beberapa langkah
dan bergegas hendak membanting pintu, namun genggaman pria itu terlalu kuat.
“Pergi!” bentak Sekyung keras. Pria itu
terkejut, namun sesaat kemudian ia berhasil menguasai dirinya kembali. Ia
tersenyum dan menahan pintu kuat-kuat.
“Aku hanya ingin menanyakan beberapa hal
padamu.”
“Aku tidak tahu apapun!” bantah Sekyung.
Ia mendorong pintu dengan sekuat tenaga, namun ia tahu perlawanan tidak
seimbang ini pasti akan dimenangkan oleh pria itu.
“Kumohon, Sekyung-ssi!” Pria itu
mendorong pintu dengan kekuatan terakhirnya, menyebabkan Sekyung terhuyung ke
belakang dan jatuh terduduk.
“Ah!” pekik Sekyung kesakitan. Pria itu
buru-buru menghampiri Sekyung dan mengulurkan tangannya untuk memberi
pertolongan, namun Sekyung menolaknya mentah-mentah.
“Menjauhlah dariku!” usir Sekyung kasar.
Pria itu hanya terdiam.
Untuk beberapa saat ruangan itu
dilingkupi keheningan yang tidak mengenakkan. Sekyung merutuk kesal dalam
hatinya, apa yang diharapkan Jonghyun dengan kedatangannya kemari? Dan
bagaimana Jonghyun bisa tahu jika ia tinggal disini? Oh, Sekyung teringat,
bahwa Jonghyun bukanlah tipe orang yang suka membuang catatan lama. Pasti pria
ini menyalin kembali alamat rumah Sekyung ke dalam ponsel barunya. Sekyung
menggeram kecil menahan amarah, menyebabkan bunyi gemeletuk di antara
rahangnya.
“Ada apa? Kenapa kau datang kemari?”
tanya Sekyung memecah keheningan. Ia bangkit dan berjalan terseok-seok menuju
pintu. Rasa sakit di pantatnya menjalar dengan cepat ke seluruh tubuh. Sekyung
menggerutu sambil menutup pintu flatnya perlahan. Jonghyun meringis kecil,
seolah ikut merasakan sakit yang diderita Sekyung.
“Aku hanya ingin menanyakan beberapa hal
padamu.” Jawab Jonghyun mengulang perkataannya.
Sekyung melangkah menuju kamar, dan menjatuhkan
pelan pantatnya pada kursi. Ia mengedikkan kepalanya, sebuah kode untuk
menyuruh Jonghyun agar duduk pada kursi di seberang Sekyung.
“Aku tidak suka dengan pertanyaan.”
Celetuk Sekyung. Ia mengetuk-ngetuk permukaan meja diantara dirinya dan Jonghyun,
yang merupakan meja makan sekaligus meja satu-satunya di flat itu. Jonghyun
terlihat kaget, namun ia bergegas memperbaiki ekspresinya. Sesaat kemudian ia sibuk
merogoh kantung jaketnya dan sebatang cokelat menyembul keluar.
“Untukmu.” Kata Jonghyun sambil
menyodorkan cokelat itu. Sekyung meliriknya sekilas, berpura-pura untuk
terlihat tidak menginginkannya. Namun sedetik kemudian suara raungan terdengar
dari perut Sekyung. Ia buru-buru mengambil cokelat itu dan mengucapkan terima
kasih, sambil menahan malu. Dari sudut matanya, Sekyung bisa melihat Jonghyun
terkekeh kecil menertawakannya.
“Uh, Sekyung-ssi.” Panggil Jonghyun,”Ada
cokelat di sudut bibirmu.”
Sekyung menyeka sudut bibirnya dan
mengucapkan terima kasih. Jujur saja, ia tidak suka dengan tatapan Jonghyun
yang tepat mengarah padanya, terlebih lagi ketika ia sedang makan. Tapi,
sebagian dari dirinya mengatakan bahwa ia merindukan kedua bola mata kecoklatan
itu. Sekyung bisa merasakan kehangatan memancar dari sana.
Tapi Sekyung tidak bisa membiarkan Jonghyun
berada disini, di flatnya. Bagaimana jika seseorang dari media mengetahui hal
ini? Bisa-bisa dirinya dan Jonghyun terluka lagi untuk kedua kalinya. Dan
Sekyung tidak bisa memaafkan dirinya jika hal itu terjadi lagi. Ia tidak bisa
memaafkan dirinya jika Jonghyun terluka lagi.
“Maaf, Jonghyun-ssi, tapi aku tidak bisa
menjawab pertanyaanmu. Apapun itu.” Kata Sekyung setelah selesai menghabiskan
cokelatnya. Ia meremas bungkus cokelat menjadi bulatan kecil dan melemparnya ke
sembarang arah.
“Eh, kenapa?” tanya Jonghyun terkejut.
Ia sudah bersusah payah mencari alamat rumah wanita ini dan sekarang ia pulang
dengan tangan kosong? Tidak mungkin.
“Aku tidak suka dengan pertanyaan!”
Sekyung melipat kedua tangannya di depan dada, mencoba mengintimidasi Jonghyun
namun ia tahu itu tidak akan berhasil. Ia menarik napas panjang dan memajukan
tubuhnya.
“Aku akan memberitahumu beberapa hal
yang aku tahu. Pertama, aku ini tidak nyata. Kedua, orang-orang sudah
menghilangkanku. Dan yang ketiga, aku sudah tidak ada lagi di dunia ini.”
Jonghyun membulatkan kedua matanya. Mendadak hawa dingin melingkupi tengkuknya.
Ia menelan ludah untuk membahasi kerongkongannya yang tiba-tiba terasa sakit.
“Apa maksudmu?”
“Sudah kubilang kan, aku tidak suka
dengan pertanyaan.” Sekyung menghentakkan kakinya kuat-kuat dan bangkit dari
kursi. Ia berjalan menuju nakas di samping ranjang dan terlihat sibuk
mengacak-acak laci pada urutan paling atas. Selembar foto sudah di dalam
genggamannya ketika ia kembali duduk di hadapan Jonghyun.
“Aku hanya bisa memberimu ini.”
“Ini kan 90 Gang*.” Desis Jonghyun setelah mengamati foto itu baik-baik.
Sekyung hanya mengangguk pelan.
“Kau… Anggota 90 Gang?” tanya Jonghyun
tak percaya.
“Aku tidak bisa memberitahu apa-apa
padamu sebelum ingatanmu kembali.” Jawab Sekyung. Ia menunduk, sedih dengan takdir
yang harus menjadikan mereka berdua seperti asing pada satu sama lain.
Sebuah dering telepon mengusik Jonghyun.
Ia merogoh saku celananya dan terburu-buru menjawab panggilan saat melihat nama
Key muncul di layar.
“Yeoboseyo?” kata Jonghyun,”Ah, iya, aku
akan segera pulang. Ya, sampai jumpa.”
Jonghyun mendesah kesal. Padahal masih
banyak hal yang ingin ia ketahui dari wanita misterius ini. Bagaimana ia bisa
bergabung dengan kelompok permainan mereka, mengapa Jonghyun bisa mempunyai
alamat flat dan nomor ponselnya, dan yang paling penting mengapa banyak sekali
foto mereka berdua yang tersimpan di ponselnya.
“Maaf, aku harus segera pulang sekarang.”
Jonghyun bangkit dari kursi dan hendak mengembalikan foto yang ia genggam,
namun Sekyung menggeleng.
“Kau boleh membawanya.”
“Sekyung-ssi, maukah kau membantuku
untuk mendapatkan kembali ingatanku?”
“Eh, aku tidak bisa…”
“Jangan berbohong.” Jonghyun merapatkan snapback-nya yang merosot,”Firasatku
mengatakan… Kau adalah orang yang penting bagiku.”
Jantung Sekyung berdegup kencang. Tidakkah
pria ini mengingat sesuatu? Dua tahun yang lalu ia juga mengatakan hal yang
sama. Tapi, mana mungkin ia ingat. Itu sudah berlalu lama sekali. Sekyung
menetralisir debaran jantungnya dalam satu tarikan napas dan mengangguk kecil.
“Akan kucoba.”
“Terima kasih.” Jonghyun melangkah
menuju pintu dan tersenyum kecil,”Sampai jumpa.”
Sekyung bergegas menutup pintu setelah
punggung Jonghyun menghilang di kejauhan. Ia meletakkan sebelah tangannya pada
dada bagian kiri, dan debaran itu masih terasa. Sekyung jatuh terduduk,
membiarkan tubuhnya merasakan kembali perasaan yang sudah lama hilang. Ya,
Jonghyun telah kembali, walaupun untuk sesaat.
∞To Be Continued∞
*90 Gang : Kelompok yang berisikan artis-artis Korea dengan line kelahiran 1990.