Pages

Jumat, 17 Oktober 2014

CRUSH - Chapter 2 : He is Mine

Jumat, 17 Oktober 2014

Title : CRUSH
Author : Alice
Cast : Kim Saeron (Actress),  Jeon Jungkook (BTS), Jin Seyeon (Actress), Lee Jongsuk (Actor), etc
Length : Series - Prolog
Genre : Romance, Family, School Life
Rating : PG15
Author’s note :
Hello! Long time no see ^^ Akhirnya ada keberanian lagi untuk upload FF disini. Untuk “Lost”, I’m really sorry~ Lagi writerblock nih, hehe, bingung harus diapakan…
Sebagai permintaan maaf, saya kembali dengan FF baru. Terinspirasi dari film dengan judul sama, semoga kalian suka dengan FF ini. Saya minta maaf sebesar-besarnya jika ada typo, hehe~ ^^
Happy reading!





CHAPTER 2
He is Mine



Warnanya putih, seputih kulit Jeon Jungkook. Lee Saeron mengusap-usap mantel milik pria itu yang berada dalam pangkuannya kini. Matanya sayu. Ia merasa telah kehilangan semangat.

“Jeon Jungkook?”

Saeron mendongakkan kepalanya. Menyadari bahwa ia sedang dalam absen pagi di kelas sekarang, Saeron segera mengangkat tangan kanannya.

“Maaf, Sonsaengnim, Jeon Jungkook ijin untuk mengunjungi makam ayahnya hari ini.” Lapor Saeron. Jung Sonsaengnim mengangguk dan menandai buku absennya, untuk kemudian melanjutkan kegiatan mengabsennya.

“Baiklah, absen pagi ini sudah selesai. Perhatikan setiap pelajaran dengan baik dan jangan membuat masalah. Paham?” kata Jung Sonsaengnim memberi instruksi.

“Paham, Sonsaengnim.” Jawab seluruh murid kelas 2A kompak, kecuali Min Yoongi. Mulutnya terkatup membaca pesan singkat yang masuk ke dalam ponselnya barusan.

“Oh, Sonsaengnim.” Sela Choi Jihoon. Jung Sonsaengnim yang tengah merapikan buku-bukunya pun terpaksa berhenti.

“Ada apa, Ketua Kelas Choi?”

“Kemarin, ada orang yang merusak seragam olahraga Min Yoongi. Saya curiga pelakunya adalah salah satu murid kelas ini, Sonsaengnim.” Lapor Jihoon. Telinga Yoongi menangkap pembicaraan ini. Keringat dingin bercucuran menuruni pelipisnya. Kepalanya terdongak dari layar ponsel dan segera mengangkat tangan kanannya untuk menginterupsi pembicaraan.

“Eh, Sonsaengnim, itu… Bukan apa-apa! Sungguh, bukan masalah besar.” Ucap Yoongi terbata-bata. Setiap pasang mata tertuju pada Yoongi, bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah.

“Hei, Min Yoongi, kau ini aneh sekali. Bukannya kemarin kau sendiri yang memaksa kami untuk mengaku?” celetuk Lee Yena. Beberapa siswa mengangguk.

“Yoongi-ya, merusak barang milik orang lain adalah kasus yang serius. Kau tahu itu, kan?” Jung Sonsaengnim mengarahkan pandangannya tepat pada bola mata Yoongi.

“Tapi, Sonsaengnim…” Yoongi mengepalkan telapak tangannya kuat-kuat,”Saya tidak ingin mempermasalahkan hal ini. Lagipula, kedua orang tua saya juga ingin menyelesaikan kasus ini secara damai.”

“Apa kau yakin?” selidik Jung Sonsaengnim.

Yoongi hanya mengangguk lemah, tanpa berani menatap siapapun. Pesan singkat yang dikirim oleh seseorang tak dikenal itu berisi ancaman yang menakutkan. Sungguh, Yoongi amat ketakutan.

***

“Yeoboseyo?”

“Yeoboseyo. Hai, Jungkook-ah, dimana kau sekarang?”

Kedua kaki Saeron berayun-ayun senang. Setelah lima jam tersiksa tanpa kehadiran Jungkook, akhirnya kini ia bisa mendengar suaranya.

“Aku baru saja sampai di Mokpo. Mungkin sekitar tiga puluh menit lagi aku baru sampai di pemakaman.” Jawab Jungkook. Terdengar suara radio mobil mengalun dalam panggilan.

“Tidak terasa, sudah sepuluh tahun ayahmu pergi.” Kata Saeron.

Saeron memperbaiki posisi duduknya. Dengan ponsel di tangan kanan, ia menopang dagunya dengan tangan kiri. Kelas sepi karena semua siswa sedang mengikuti pelajaran seni di ruang musik. Saeron beralasan tak enak badan, sehingga gurunya mengijinkan untuk tinggal di kelas.

“Ya.” Balas Jungkook.

“Sepuluh tahun itu waktu yang lama.” Kenang Saeron. Tiba-tiba ia ingat dengan beberapa cerita masa kecilnya bersama ayah Jungkook.

“Apa kau ingat? Waktu kita pertama kali belajar naik sepeda?” Saeron mendadak tersenyum,”Ayahmu mengatakan kalau aku belajar dengan cepat dan pandai sekali mengayuhnya. Ia sempat menyuruhmu untuk berhenti saja.”

“Oh, ya, lalu ia mendudukkanku di boncengan sepedamu, kan?” Di seberang sana, Jungkook mengusap rambut yang menjuntai di dahinya sambil tersenyum mengingat peristiwa lama itu.

“Ya, benar. Menurutku sih, kau memang payah dalam bersepeda.” Goda Saeron. Tanpa ia ketahui, Jungkook menjulurkan lidahnya.

“Tidak, waktu itu aku hanya mengalah saja. Suatu hari nanti akan kutunjukkan kalau aku bisa memboncengmu.”

Deg.

Lagi-lagi terasa seperti mimpi. Untuk sepersekian detik, Saeron mengira jantungnya telah berhenti berdetak. Setelah beberapa panggilan dari Jongkuk, tubuhnya kembali normal, bekerja seperti semula. Saeron pun tersenyum. Senyum yang amat tipis hingga ia tak yakin apakah ini bisa disebut dengan senyuman.

“Baiklah, akan kutunggu.” Sahut Saeron, dengan penuh pengharapan.

Mendadak telinganya menangkap suara derap sepatu mendekat. Saeron menegakkan badannya dan menyadari bahwa pelajaran seni sudah selesai.

“Jungkook-ah, maaf, aku harus kembali ke kelas sekarang. Akan kutelepon lagi nanti.”

Tanpa menunggu perkataan Jungkook, Saeron segera mengakhiri pembicaraan dan menyimpan ponselnya dalam saku. Ia juga tak lupa untuk memeluk erat mantel Jungkook.

***

Yoongi bersiul senang. Buku teks pelajaran seni berputar di atas jari telunjuk kirinya. Yoongi memang menyenangi pelajaran seni. Baginya, seni semacam sebuah pelarian dari rutinitas sekolah dan segala isinya yang memuakkan.

Kakinya melangkah ringan menuju kelas 2A. Kepalanya miring beberapa derajat, sebagai reaksi atas kebingungannya melihat pintu kelas yang terbuka. Siapa yang ada di dalam?

Sedetik kemudian Yoongi menjetikkan jari. Lee Saeron.

“Ya, Lee Saeron, apa kau baik-baik saja?” tanya Yoongi. Saeron memalingkan mukanya dari arah yang tengah fokus ia tatap. Bibirnya membentuk sebuah garis.

“Ya.” Jawab Saeron. Yoongi menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. Ia merasa tak enak dengan respon gadis ini yang mengesankan bahwa kehadiran Yoongi sudah mengganggunya.

“Hm… Perlukah kuantar ke ruang kesehatan?” tawar Yoongi. Ia berusaha untuk melunakkan nada bicaranya.

“Tidak usah.” Saeron mengedikkan bahunya. Dari raut mukanya, terlihat dengan jelas bahwa ia sangat ingin menghentikan pembicaraan dengan Yoongi.

Yoongi menyadari itu. Ia hanya tersenyum dan berlalu, duduk pada kursinya yang terletak dua baris di belakang gadis itu. Dari sudut matanya, Yoongi bisa melihat sosok Saeron yang duduk dalam diam, memandangi sesuatu dalam pangkuannya. Karena rasa keingintahuan yang tinggi, Yoongi menjulurkan lehernya, dan segera kembali ke posisi semula saat mengetahui jawabannya.

Sebuah mantel. Berwarna putih, yang Yoongi tahu itu adalah mantel milik Jungkook.

Sesuatu menghantam dada Yoongi, dengan sangat kuat hingga rasanya menyakitkan. Ia tahu ini bukan pertama kalinya, namun tetap saja. Yoongi paham benar dengan rasa ini. Rasa yang sudah ia rasakan sejak pertama kali bertemu dengan Saeron.

Cintanya bertepuk sebelah tangan.

***

To Be Continued

2 komentar:

Fairyland © 2014