Title
: CRUSH
Author
: Alice
Cast
: Kim Saeron (Actress), Jeon Jungkook
(BTS), Jin Seyeon (Actress), Lee Jongsuk (Actor), etc
Length
: Series - Prolog
Genre
: Romance, Family, School Life
Rating
: PG15
Author’s
note :
Hello!
Long time no see ^^ Akhirnya ada keberanian lagi untuk upload FF disini. Untuk “Lost”,
I’m really sorry~ Lagi writerblock nih, hehe, bingung harus diapakan…
Sebagai
permintaan maaf, saya kembali dengan FF baru. Terinspirasi dari film dengan
judul sama, semoga kalian suka dengan FF ini. Saya minta maaf sebesar-besarnya
jika ada typo, hehe~ ^^
Happy reading!
CHAPTER
2
He
is Mine
Warnanya
putih, seputih kulit Jeon Jungkook. Lee Saeron mengusap-usap mantel milik pria
itu yang berada dalam pangkuannya kini. Matanya sayu. Ia merasa telah
kehilangan semangat.
“Jeon
Jungkook?”
Saeron
mendongakkan kepalanya. Menyadari bahwa ia sedang dalam absen pagi di kelas
sekarang, Saeron segera mengangkat tangan kanannya.
“Maaf,
Sonsaengnim, Jeon Jungkook ijin untuk mengunjungi makam ayahnya hari ini.”
Lapor Saeron. Jung Sonsaengnim mengangguk dan menandai buku absennya, untuk
kemudian melanjutkan kegiatan mengabsennya.
“Baiklah,
absen pagi ini sudah selesai. Perhatikan setiap pelajaran dengan baik dan
jangan membuat masalah. Paham?” kata Jung Sonsaengnim memberi instruksi.
“Paham,
Sonsaengnim.” Jawab seluruh murid kelas 2A kompak, kecuali Min Yoongi. Mulutnya
terkatup membaca pesan singkat yang masuk ke dalam ponselnya barusan.
“Oh,
Sonsaengnim.” Sela Choi Jihoon. Jung Sonsaengnim yang tengah merapikan
buku-bukunya pun terpaksa berhenti.
“Ada
apa, Ketua Kelas Choi?”
“Kemarin,
ada orang yang merusak seragam olahraga Min Yoongi. Saya curiga pelakunya
adalah salah satu murid kelas ini, Sonsaengnim.” Lapor Jihoon. Telinga Yoongi
menangkap pembicaraan ini. Keringat dingin bercucuran menuruni pelipisnya.
Kepalanya terdongak dari layar ponsel dan segera mengangkat tangan kanannya
untuk menginterupsi pembicaraan.
“Eh,
Sonsaengnim, itu… Bukan apa-apa! Sungguh, bukan masalah besar.” Ucap Yoongi
terbata-bata. Setiap pasang mata tertuju pada Yoongi, bingung dengan sikapnya
yang tiba-tiba berubah.
“Hei,
Min Yoongi, kau ini aneh sekali. Bukannya kemarin kau sendiri yang memaksa kami
untuk mengaku?” celetuk Lee Yena. Beberapa siswa mengangguk.
“Yoongi-ya,
merusak barang milik orang lain adalah kasus yang serius. Kau tahu itu, kan?”
Jung Sonsaengnim mengarahkan pandangannya tepat pada bola mata Yoongi.
“Tapi,
Sonsaengnim…” Yoongi mengepalkan telapak tangannya kuat-kuat,”Saya tidak ingin
mempermasalahkan hal ini. Lagipula, kedua orang tua saya juga ingin
menyelesaikan kasus ini secara damai.”
“Apa
kau yakin?” selidik Jung Sonsaengnim.
Yoongi
hanya mengangguk lemah, tanpa berani menatap siapapun. Pesan singkat yang
dikirim oleh seseorang tak dikenal itu berisi ancaman yang menakutkan. Sungguh,
Yoongi amat ketakutan.
***
“Yeoboseyo?”
“Yeoboseyo.
Hai, Jungkook-ah, dimana kau sekarang?”
Kedua
kaki Saeron berayun-ayun senang. Setelah lima jam tersiksa tanpa kehadiran
Jungkook, akhirnya kini ia bisa mendengar suaranya.
“Aku
baru saja sampai di Mokpo. Mungkin sekitar tiga puluh menit lagi aku baru
sampai di pemakaman.” Jawab Jungkook. Terdengar suara radio mobil mengalun
dalam panggilan.
“Tidak
terasa, sudah sepuluh tahun ayahmu pergi.” Kata Saeron.
Saeron
memperbaiki posisi duduknya. Dengan ponsel di tangan kanan, ia menopang dagunya
dengan tangan kiri. Kelas sepi karena semua siswa sedang mengikuti pelajaran seni
di ruang musik. Saeron beralasan tak enak badan, sehingga gurunya mengijinkan
untuk tinggal di kelas.
“Ya.”
Balas Jungkook.
“Sepuluh
tahun itu waktu yang lama.” Kenang Saeron. Tiba-tiba ia ingat dengan beberapa
cerita masa kecilnya bersama ayah Jungkook.
“Apa
kau ingat? Waktu kita pertama kali belajar naik sepeda?” Saeron mendadak
tersenyum,”Ayahmu mengatakan kalau aku belajar dengan cepat dan pandai sekali
mengayuhnya. Ia sempat menyuruhmu untuk berhenti saja.”
“Oh,
ya, lalu ia mendudukkanku di boncengan sepedamu, kan?” Di seberang sana,
Jungkook mengusap rambut yang menjuntai di dahinya sambil tersenyum mengingat
peristiwa lama itu.
“Ya,
benar. Menurutku sih, kau memang payah dalam bersepeda.” Goda Saeron. Tanpa ia
ketahui, Jungkook menjulurkan lidahnya.
“Tidak,
waktu itu aku hanya mengalah saja. Suatu hari nanti akan kutunjukkan kalau aku
bisa memboncengmu.”
Deg.
Lagi-lagi
terasa seperti mimpi. Untuk sepersekian detik, Saeron mengira jantungnya telah
berhenti berdetak. Setelah beberapa panggilan dari Jongkuk, tubuhnya kembali
normal, bekerja seperti semula. Saeron pun tersenyum. Senyum yang amat tipis
hingga ia tak yakin apakah ini bisa disebut dengan senyuman.
“Baiklah,
akan kutunggu.” Sahut Saeron, dengan penuh pengharapan.
Mendadak
telinganya menangkap suara derap sepatu mendekat. Saeron menegakkan badannya
dan menyadari bahwa pelajaran seni sudah selesai.
“Jungkook-ah,
maaf, aku harus kembali ke kelas sekarang. Akan kutelepon lagi nanti.”
Tanpa
menunggu perkataan Jungkook, Saeron segera mengakhiri pembicaraan dan menyimpan
ponselnya dalam saku. Ia juga tak lupa untuk memeluk erat mantel Jungkook.
***
Yoongi
bersiul senang. Buku teks pelajaran seni berputar di atas jari telunjuk
kirinya. Yoongi memang menyenangi pelajaran seni. Baginya, seni semacam sebuah
pelarian dari rutinitas sekolah dan segala isinya yang memuakkan.
Kakinya
melangkah ringan menuju kelas 2A. Kepalanya miring beberapa derajat, sebagai
reaksi atas kebingungannya melihat pintu kelas yang terbuka. Siapa yang ada di
dalam?
Sedetik
kemudian Yoongi menjetikkan jari. Lee Saeron.
“Ya,
Lee Saeron, apa kau baik-baik saja?” tanya Yoongi. Saeron memalingkan mukanya
dari arah yang tengah fokus ia tatap. Bibirnya membentuk sebuah garis.
“Ya.”
Jawab Saeron. Yoongi menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. Ia merasa tak
enak dengan respon gadis ini yang mengesankan bahwa kehadiran Yoongi sudah
mengganggunya.
“Hm…
Perlukah kuantar ke ruang kesehatan?” tawar Yoongi. Ia berusaha untuk
melunakkan nada bicaranya.
“Tidak
usah.” Saeron mengedikkan bahunya. Dari raut mukanya, terlihat dengan jelas
bahwa ia sangat ingin menghentikan pembicaraan dengan Yoongi.
Yoongi
menyadari itu. Ia hanya tersenyum dan berlalu, duduk pada kursinya yang
terletak dua baris di belakang gadis itu. Dari sudut matanya, Yoongi bisa
melihat sosok Saeron yang duduk dalam diam, memandangi sesuatu dalam
pangkuannya. Karena rasa keingintahuan yang tinggi, Yoongi menjulurkan
lehernya, dan segera kembali ke posisi semula saat mengetahui jawabannya.
Sebuah
mantel. Berwarna putih, yang Yoongi tahu itu adalah mantel milik Jungkook.
Sesuatu
menghantam dada Yoongi, dengan sangat kuat hingga rasanya menyakitkan. Ia tahu
ini bukan pertama kalinya, namun tetap saja. Yoongi paham benar dengan rasa
ini. Rasa yang sudah ia rasakan sejak pertama kali bertemu dengan Saeron.
Cintanya
bertepuk sebelah tangan.
***
To Be Continued
nyimak gan
BalasHapuskunjungi blog ku http://officialcharlie.blogspot.com
ayo cepet dilanjuttt~
BalasHapus