Title
: CRUSH
Author
: Alice
Cast
: Kim Saeron (Actress), Jeon Jungkook
(BTS), Jin Seyeon (Actress), Lee Jongsuk (Actor), etc
Length
: Series - Prolog
Genre
: Romance, Family, School Life
Rating
: General
Author’s
note :
Hello!
Long time no see ^^ Akhirnya ada keberanian lagi untuk upload FF disini. Untuk “Lost”,
I’m really sorry~ Lagi writerblock nih, hehe, bingung harus diapakan…
Sebagai
permintaan maaf, saya kembali dengan FF baru. Terinspirasi dari film dengan
judul sama, semoga kalian suka dengan FF ini. Saya minta maaf sebesar-besarnya
jika ada typo, hehe~ ^^
Happy reading!
CHAPTER
1
His
Name is Jeon Jungkook
“Ya,
Jeon Jungkook!”
Lee
Saeron berlari kecil, membelah lautan manusia yang memenuhi koridor sekolah,
sambil berteriak memanggil nama seseorang. Para siswa yang secara tak sengaja
terdorong oleh Saeron, refleks mengomel panjang lebar. Pasalnya, barang-barang
yang mereka bawa langsung terjatuh dan mereka pun harus bersusah payah
memungutnya.
Namun,
Saeron tak peduli. Pikirannya sudah mati. Telinganya sudah tuli. Seluruh
fokusnya tertuju hanya untuk Jungkook.
“Ya,
Jeon Jungkook!” teriak Saeron lagi.
Sepasang
mata berwarna hitam menatap Saeron dengan mimik bingung. Di tangan pria itu
tergenggam sebuah kain kasa, yang diujung lain membalut pergelangan kaki
kirinya.
“Jungkook-ah,
kau baik-baik saja?” Secepat kilat Saeron menghampiri Jungkook dan duduk
dihadapannya.
“Hm,
aku tidak apa-apa.” Jungkook mengangguk-angguk kecil dan melanjutkan lagi
pekerjaannya yang tertunda. Saeron menggigit bibir bawahnya melihat Jungkook –
yang sedang serius – mengikat ujung kain kasa yang telah sempurna menutupi
lukanya.
“Apa
yang terjadi?” Saeron meremas-remas ujung roknya, gusar.
“Aku
terjatuh saat pelajaran olahraga tadi.” Terlintas lagi dalam benak Jungkook
bagaimana sebuah bola bundar meleset dari tendangannya, dan ia pun terjatuh
dengan posisi yang salah. Bibir Jungkook mengerucut kesal.
“Kau
yakin?” tanya Saeron ragu,”Tidak perlu pergi ke ruang kesehatan? Aku bisa
mengantarmu.”
“Tidak,
terima kasih.”
Jungkook
berdiri dari duduknya dan berjalan dengan langkah terseok-seok. Saeron pun
berinisiatif untuk berjalan berdampingan dengannya, memastikan agar Jungkook tidak
terjatuh secara tiba-tiba. Keduanya berjalan keluar kelas 2A, diliputi
keheningan yang aneh.
“Hei,
Jungkook, kau baik-baik saja?” sapa seorang siswa. Di badge seragamnya tertulis MIN YOONGI. Saeron menatap lekat-lekat
pria yang membawa bola sepak itu.
“Ya,
aku baik-baik saja.” Balas Jungkook.
“Maafkan
aku, seharusnya aku mengoper bolanya tepat ke arahmu.” Yoongi menepuk pundak
Jungkook. Di wajahnya tersirat penyesalan. Jungkook merasa tidak enak melihat
gelagat Yoongi. Ia pun mengangguk dan berkata bahwa itu adalah kesalahannya
sendiri.
“Sampai
jumpa di pertandingan berikutnya.” Goda Yoongi. Jungkook tertawa mendengarnya.
Yoongi berlalu sambil melambaikan tangannya.
“Saeron-ah.”
Panggil Jungkook. Ia mengetuk jam pada tangan sebelah kiri,”Waktunya makan
siang.”
“Ah,
itu, kau pergi duluan saja, aku harus ke kamar mandi sekarang.” Jawab Saeron
tergagap. Jungkook – dengan kadar kepekaan yang memang rendah – hanya
mengedikkan bahunya dan berjalan santai menuju kafeteria sekolah, meninggalkan
Saeron yang mengepalkan kedua tangannya erat.
***
Mata
Saeron tak bisa terlepas dari Jungkook. Pria yang sedang konsentrasi mengunyah
makan siangnya itu menarik perhatian Saeron. Jungkook, dengan semua yang ada
pada dirinya, adalah bentuk kesempurnaan yang tidak dapat dideskripsikan
menggunakan kata apapun. Berlebihan memang, namun Saeron mengakuinya.
“Ya,
Lee Saeron, kau tidak lapar?” tegur Jungkook disela-sela kunyahannya. Saeron
buru-buru menyendok nasi dan daging panggangnya untuk menghindari kecurigaan
Jungkook. Diam-diam, mata Saeron kembali menjelajahi wajah pria di hadapannya
itu.
Alis
yang melambangkan ketegasan, memayungi kedua bola mata dengan warna gelap.
Sering Saeron bingung saat menatap mata Jungkook. Terkadang, mata itu kosong,
seakan tidak ada kehidupan di dalamnya. Tak hanya itu, bibir bersemu merah yang
dimilikinya selalu mengucapkan kebohongan. Apa yang Jungkook rasakan, berbeda
180 derajat dengan apa yang ia katakan.
Saeron
menghela napas. Bagaimana caranya agar ia bisa masuk ke dalam kehidupan pria
ini lebih dalam lagi?
“Lee
Saeron.” Tegur Jungkook lagi, membuyarkan pemikiran deduktif Saeron. Jungkook
menunjuk baki makan Saeron yang masih setengah penuh. Seakan-akan itu adalah
instruksi yang amat penting, Saeron buru-buru mengangguk dan melahap sisa makan
siangnya.
***
“Jungkook-ah,
ayo pulang.” Ajak Saeron.
Jungkook
mengemasi barang-barangnya dengan santai sebelum aktifitasnya terhenti karena
melihat raut marah Yoongi. Kawan yang duduk dua bangku di belakangnya itu
sedang menggenggam sesuatu.
“Hei,
ada apa?” Jungkook berdiri menghampirinya dan terkejut.
Yang
dipegang Yoongi saat ini adalah seragam olahraganya. Namun, yang membuatnya
marah adalah karena seragam itu hancur berantakan, seperti seseorang telah
sengaja merobeknya. Jungkook menepuk pundak Yoongi, yang dibalas dengan decak
kesal.
“Siapa
yang berani berbuat seperti ini?!” teriak Yoongi menggelegar. Beberapa siswi
segera membisik-bisikkan sesuatu, sedangkan sisanya hanya menggeleng tak tahu.
Merasa tidak mendapat jawaban, lagi, Yoongi berteriak.
“Siapa
yang berani melakukannya?!”
“Min
Yoongi, tenang.” Kata Jungkook. Yoongi menoleh dan siap untuk menghujani
Jungkook dengan omelannya, sebelum salah seorang menyeletuk.
“Coba
saja periksa CCTV.” Kata Lee Yena. Seketika terdengar suara riuh siswa lain
membenarkan ucapan Yena.
“Ya,
aku rasa itu adalah ide bagus.” Sahut Jungkook. Yoongi menoleh pada Choi
Jihoon, ketua kelas 2A. Pria itu berdiri dari bangkunya dan berjalan mendekati
papan tulis.
“Teman-teman,
siapapun pelakunya, aku minta mengakulah sekarang.” Jihoon menatap murid kelas
2A satu-persatu,”Aku beri batas waktu sampai besok pagi. Kalian bisa mengirim
pesan padaku jika kalian malu. Jika tidak, dengan terpaksa aku harus melaporkan
hal ini pada wali kelas.”
Jihoon
menatap Yoongi yang masih merapatkan rahangnya.
“Bagaimana?”
tanya Jihoon.
“Baiklah.
Akan kutunggu sampai besok pagi.” Jawab Yoongi enggan. Dengan kasar, dibuangnya
seragam itu dalam tong sampah di ujung ruangan dan berjalan meninggalkan kelas
dengan langkah-langkah panjang.
“Jeon
Jungkook.” Panggil Saeron yang sedari tadi terdiam,”Ayo.”
“Ah,
iya.” Jungkook menyampirkan ranselnya pada pundak dan berlari kecil menyusul
Saeron.
***
Di
penghujung musim panas, angin dingin khas musim gugur sudah bertiup. Ia
menerbangkan dedaunan pada pohon, menjadikannya sebuah pusaran, dan terjatuh di
atas permukaan tanah. Saeron menggosok-gosokkan telapak tangannya untuk membuat
panas, walaupun ia tahu usahanya akan sia-sia. Ia memang benci dingin, dan
baginya musim panas adalah yang terbaik.
“Ada
apa?” tanya Jungkook, yang merupakan kalimat pertama yang ia katakan setelah
mereka berjalan sekitar sepuluh menit.
“Hanya
kedinginan.” Jawab Saeron. Ia membenamkan telapak tangannya pada saku jaket.
Dalam hati, Saeron mengutuk angin yang menyebalkan ini.
“Ini.”
Tawar Jungkook. Di depan mata Saeron melayang sebuah mantel putih yang lumayan
tebal. Sedikit ragu, Saeron menatap Jungkook. Pria itu hanya mengangguk,
menyuruh Saeron agar cepat-cepat memakainya.
Dan
rasanya seperti mimpi. Jantung Saeron berdebar abnormal saat bau khas Jungkook
menguar di sekelilingnya. Ia meremas kuat mantel itu, dan tersenyum. Untung
saja Jungkook berjalan beberapa meter di depannya. Pria itu tidak akan bisa
melihat wajah merah padam Saeron yang memalukan.
“Terima
kasih.” Kata Saeron saat mereka tiba di depan rumahnya. Sial, mengapa lidahku kelu sekali, umpat Saeron dalam hati.
Jungkook menggeleng kecil.
“Bawa
saja ke sekolah besok.” Jungkook melambaikan tangannya dan melangkah menuju
rumahnya yang terletak tepat di samping rumah Saeron.
“Terima
kasih.” Ucap Saeron lirih, lagi, ketika punggung Jungkook sudah menghilang di
balik pagar cokelat tinggi.
Seketika
langkah-langkah Saeron menjadi ringan. Ia tidak bisa mengungkapkan betapa
senangnya hatinya saat ini, bahkan ketika kedua orang tuanya mendesak untuk
mengatakannya.
“Ada
apa?” tanya Lee Jongsuk dengan nada menggoda,”Apa seseorang mengajakmu pergi
berkencan nanti malam?”
“Appa!”
Saeron menarik kursi pada ruang makan dan duduk bersebelahan dengan Jongsuk.
Bibirnya mengerucut.
“Kalau
bukan kencan, lalu apa?” kini, giliran Lee Seyeon menyelidiki.
“Bukan
apa-apa, Eomma.” Saeron memutar bola matanya, kesal. Ayolah, apa hal ini harus
ia ceritakan pada semua orang? Tidak bisakah ia mempunyai privasi?
“Baiklah
kalau kau menolak cerita.” Jongsuk meletakkan semangkuk nasi di hadapan
Saeron,”Tapi, kau tidak boleh menolak untuk makan.”
“Cepat
makan sebelum sup dan nasinya dingin.” Seyeon juga turut menyiapkan sumpit dan
sendok untuk Saeron.
Uap
panas nasi yang mengepul mengenai wajah Saeron, perlahan-lahan mampu
menghangatkan hatinya. Ia mengangguk dan mengambil suapan pertamanya.
“Selamat
makan.”
***
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar