Pages

Jumat, 17 Oktober 2014

CRUSH - Chapter 1 : His Name is Jeon Jungkook

Jumat, 17 Oktober 2014

Title : CRUSH
Author : Alice
Cast : Kim Saeron (Actress),  Jeon Jungkook (BTS), Jin Seyeon (Actress), Lee Jongsuk (Actor), etc
Length : Series - Prolog
Genre : Romance, Family, School Life
Rating : General
Author’s note :
Hello! Long time no see ^^ Akhirnya ada keberanian lagi untuk upload FF disini. Untuk “Lost”, I’m really sorry~ Lagi writerblock nih, hehe, bingung harus diapakan…
Sebagai permintaan maaf, saya kembali dengan FF baru. Terinspirasi dari film dengan judul sama, semoga kalian suka dengan FF ini. Saya minta maaf sebesar-besarnya jika ada typo, hehe~ ^^
Happy reading!





CHAPTER 1
His Name is Jeon Jungkook



“Ya, Jeon Jungkook!”

Lee Saeron berlari kecil, membelah lautan manusia yang memenuhi koridor sekolah, sambil berteriak memanggil nama seseorang. Para siswa yang secara tak sengaja terdorong oleh Saeron, refleks mengomel panjang lebar. Pasalnya, barang-barang yang mereka bawa langsung terjatuh dan mereka pun harus bersusah payah memungutnya.

Namun, Saeron tak peduli. Pikirannya sudah mati. Telinganya sudah tuli. Seluruh fokusnya tertuju hanya untuk Jungkook.

“Ya, Jeon Jungkook!” teriak Saeron lagi.

Sepasang mata berwarna hitam menatap Saeron dengan mimik bingung. Di tangan pria itu tergenggam sebuah kain kasa, yang diujung lain membalut pergelangan kaki kirinya.

“Jungkook-ah, kau baik-baik saja?” Secepat kilat Saeron menghampiri Jungkook dan duduk dihadapannya.

“Hm, aku tidak apa-apa.” Jungkook mengangguk-angguk kecil dan melanjutkan lagi pekerjaannya yang tertunda. Saeron menggigit bibir bawahnya melihat Jungkook – yang sedang serius – mengikat ujung kain kasa yang telah sempurna menutupi lukanya.

“Apa yang terjadi?” Saeron meremas-remas ujung roknya, gusar.

“Aku terjatuh saat pelajaran olahraga tadi.” Terlintas lagi dalam benak Jungkook bagaimana sebuah bola bundar meleset dari tendangannya, dan ia pun terjatuh dengan posisi yang salah. Bibir Jungkook mengerucut kesal.

“Kau yakin?” tanya Saeron ragu,”Tidak perlu pergi ke ruang kesehatan? Aku bisa mengantarmu.”

“Tidak, terima kasih.”

Jungkook berdiri dari duduknya dan berjalan dengan langkah terseok-seok. Saeron pun berinisiatif untuk berjalan berdampingan dengannya, memastikan agar Jungkook tidak terjatuh secara tiba-tiba. Keduanya berjalan keluar kelas 2A, diliputi keheningan yang aneh.

“Hei, Jungkook, kau baik-baik saja?” sapa seorang siswa. Di badge seragamnya tertulis MIN YOONGI. Saeron menatap lekat-lekat pria yang membawa bola sepak itu.

“Ya, aku baik-baik saja.” Balas Jungkook.

“Maafkan aku, seharusnya aku mengoper bolanya tepat ke arahmu.” Yoongi menepuk pundak Jungkook. Di wajahnya tersirat penyesalan. Jungkook merasa tidak enak melihat gelagat Yoongi. Ia pun mengangguk dan berkata bahwa itu adalah kesalahannya sendiri.

“Sampai jumpa di pertandingan berikutnya.” Goda Yoongi. Jungkook tertawa mendengarnya. Yoongi berlalu sambil melambaikan tangannya.

“Saeron-ah.” Panggil Jungkook. Ia mengetuk jam pada tangan sebelah kiri,”Waktunya makan siang.”

“Ah, itu, kau pergi duluan saja, aku harus ke kamar mandi sekarang.” Jawab Saeron tergagap. Jungkook – dengan kadar kepekaan yang memang rendah – hanya mengedikkan bahunya dan berjalan santai menuju kafeteria sekolah, meninggalkan Saeron yang mengepalkan kedua tangannya erat.

***

Mata Saeron tak bisa terlepas dari Jungkook. Pria yang sedang konsentrasi mengunyah makan siangnya itu menarik perhatian Saeron. Jungkook, dengan semua yang ada pada dirinya, adalah bentuk kesempurnaan yang tidak dapat dideskripsikan menggunakan kata apapun. Berlebihan memang, namun Saeron mengakuinya.

“Ya, Lee Saeron, kau tidak lapar?” tegur Jungkook disela-sela kunyahannya. Saeron buru-buru menyendok nasi dan daging panggangnya untuk menghindari kecurigaan Jungkook. Diam-diam, mata Saeron kembali menjelajahi wajah pria di hadapannya itu.

Alis yang melambangkan ketegasan, memayungi kedua bola mata dengan warna gelap. Sering Saeron bingung saat menatap mata Jungkook. Terkadang, mata itu kosong, seakan tidak ada kehidupan di dalamnya. Tak hanya itu, bibir bersemu merah yang dimilikinya selalu mengucapkan kebohongan. Apa yang Jungkook rasakan, berbeda 180 derajat dengan apa yang ia katakan.

Saeron menghela napas. Bagaimana caranya agar ia bisa masuk ke dalam kehidupan pria ini lebih dalam lagi?

“Lee Saeron.” Tegur Jungkook lagi, membuyarkan pemikiran deduktif Saeron. Jungkook menunjuk baki makan Saeron yang masih setengah penuh. Seakan-akan itu adalah instruksi yang amat penting, Saeron buru-buru mengangguk dan melahap sisa makan siangnya.

***

“Jungkook-ah, ayo pulang.” Ajak Saeron.

Jungkook mengemasi barang-barangnya dengan santai sebelum aktifitasnya terhenti karena melihat raut marah Yoongi. Kawan yang duduk dua bangku di belakangnya itu sedang menggenggam sesuatu.

“Hei, ada apa?” Jungkook berdiri menghampirinya dan terkejut.

Yang dipegang Yoongi saat ini adalah seragam olahraganya. Namun, yang membuatnya marah adalah karena seragam itu hancur berantakan, seperti seseorang telah sengaja merobeknya. Jungkook menepuk pundak Yoongi, yang dibalas dengan decak kesal.

“Siapa yang berani berbuat seperti ini?!” teriak Yoongi menggelegar. Beberapa siswi segera membisik-bisikkan sesuatu, sedangkan sisanya hanya menggeleng tak tahu. Merasa tidak mendapat jawaban, lagi, Yoongi berteriak.

“Siapa yang berani melakukannya?!”

“Min Yoongi, tenang.” Kata Jungkook. Yoongi menoleh dan siap untuk menghujani Jungkook dengan omelannya, sebelum salah seorang menyeletuk.

“Coba saja periksa CCTV.” Kata Lee Yena. Seketika terdengar suara riuh siswa lain membenarkan ucapan Yena.

“Ya, aku rasa itu adalah ide bagus.” Sahut Jungkook. Yoongi menoleh pada Choi Jihoon, ketua kelas 2A. Pria itu berdiri dari bangkunya dan berjalan mendekati papan tulis.

“Teman-teman, siapapun pelakunya, aku minta mengakulah sekarang.” Jihoon menatap murid kelas 2A satu-persatu,”Aku beri batas waktu sampai besok pagi. Kalian bisa mengirim pesan padaku jika kalian malu. Jika tidak, dengan terpaksa aku harus melaporkan hal ini pada wali kelas.”

Jihoon menatap Yoongi yang masih merapatkan rahangnya.

“Bagaimana?” tanya Jihoon.

“Baiklah. Akan kutunggu sampai besok pagi.” Jawab Yoongi enggan. Dengan kasar, dibuangnya seragam itu dalam tong sampah di ujung ruangan dan berjalan meninggalkan kelas dengan langkah-langkah panjang.

“Jeon Jungkook.” Panggil Saeron yang sedari tadi terdiam,”Ayo.”

“Ah, iya.” Jungkook menyampirkan ranselnya pada pundak dan berlari kecil menyusul Saeron.

***

Di penghujung musim panas, angin dingin khas musim gugur sudah bertiup. Ia menerbangkan dedaunan pada pohon, menjadikannya sebuah pusaran, dan terjatuh di atas permukaan tanah. Saeron menggosok-gosokkan telapak tangannya untuk membuat panas, walaupun ia tahu usahanya akan sia-sia. Ia memang benci dingin, dan baginya musim panas adalah yang terbaik.

“Ada apa?” tanya Jungkook, yang merupakan kalimat pertama yang ia katakan setelah mereka berjalan sekitar sepuluh menit.

“Hanya kedinginan.” Jawab Saeron. Ia membenamkan telapak tangannya pada saku jaket. Dalam hati, Saeron mengutuk angin yang menyebalkan ini.

“Ini.” Tawar Jungkook. Di depan mata Saeron melayang sebuah mantel putih yang lumayan tebal. Sedikit ragu, Saeron menatap Jungkook. Pria itu hanya mengangguk, menyuruh Saeron agar cepat-cepat memakainya.

Dan rasanya seperti mimpi. Jantung Saeron berdebar abnormal saat bau khas Jungkook menguar di sekelilingnya. Ia meremas kuat mantel itu, dan tersenyum. Untung saja Jungkook berjalan beberapa meter di depannya. Pria itu tidak akan bisa melihat wajah merah padam Saeron yang memalukan.

“Terima kasih.” Kata Saeron saat mereka tiba di depan rumahnya. Sial, mengapa lidahku kelu sekali, umpat Saeron dalam hati. Jungkook menggeleng kecil.

“Bawa saja ke sekolah besok.” Jungkook melambaikan tangannya dan melangkah menuju rumahnya yang terletak tepat di samping rumah Saeron.

“Terima kasih.” Ucap Saeron lirih, lagi, ketika punggung Jungkook sudah menghilang di balik pagar cokelat tinggi.

Seketika langkah-langkah Saeron menjadi ringan. Ia tidak bisa mengungkapkan betapa senangnya hatinya saat ini, bahkan ketika kedua orang tuanya mendesak untuk mengatakannya.

“Ada apa?” tanya Lee Jongsuk dengan nada menggoda,”Apa seseorang mengajakmu pergi berkencan nanti malam?”

“Appa!” Saeron menarik kursi pada ruang makan dan duduk bersebelahan dengan Jongsuk. Bibirnya mengerucut.

“Kalau bukan kencan, lalu apa?” kini, giliran Lee Seyeon menyelidiki.

“Bukan apa-apa, Eomma.” Saeron memutar bola matanya, kesal. Ayolah, apa hal ini harus ia ceritakan pada semua orang? Tidak bisakah ia mempunyai privasi?

“Baiklah kalau kau menolak cerita.” Jongsuk meletakkan semangkuk nasi di hadapan Saeron,”Tapi, kau tidak boleh menolak untuk makan.”

“Cepat makan sebelum sup dan nasinya dingin.” Seyeon juga turut menyiapkan sumpit dan sendok untuk Saeron.

Uap panas nasi yang mengepul mengenai wajah Saeron, perlahan-lahan mampu menghangatkan hatinya. Ia mengangguk dan mengambil suapan pertamanya.

“Selamat makan.”

***

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fairyland © 2014