Pages

Sabtu, 15 Februari 2014

[FF] Lost - Part 2

Sabtu, 15 Februari 2014

 
Title                 : Lost
Author             : Alice (FF Cover by Alice)
Cast                 : Shin Sekyung (Actress), Lee Yoobi (Actress), Kim Woojin (OC)
Genre              : Romance        
Rating             : PG
Length             : Chaptered (Part 2)
Author’s note  :
Waaah, sudah masuk Part 2! Mohon maaf yang sebesar-besarnya karena lanjutan FF kali ini telat banget dari jadwal yang sudah ditetapkan T^T Terima kasih untuk kalian yang selama ini sudah mau membaca FF ini. Masih jauh dari yang diharapkan ya? Hiks… Tapi Author bakal berjuang! Hehe… Semoga FF ini bisa tuntas dengan hasil yang memuaskan. Oh iya, jangan lupa RCL : Read, Comment, Like, plus klik Google+ juga kalau kalian suka. Thanks for reading! >_<
 
∞ Lost ∞

Sebuah gedung bertingkat tinggi, dengan kaca-kaca lebar memenuhi hampir setiap ruangannya. Shin Sekyung menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Sepatu hak tingginya berbunyi nyaring di lantai yang sepi itu. Semakin cepat kakinya melangkah, semakin nyaring pula bunyi yang ia timbulkan. Beberapa orang menengok untuk melihat siapa pembuat keramaian itu dan merutuk pelan, sementara Sekyung hanya mendongakkan kepala untuk menyembunyikan rasa malunya.
Perusahaan periklanan itu tidak seberapa besar, bahkan mungkin bisa dibilang lebih kecil dibandingkan dengan agensi lamanya. Namun Sekyung sudah tidak punya pilihan lain lagi. Uang tabungan di bank yang ia miliki mulai menipis sedangkan masih banyak tagihan yang harus ia bayar. Sekyung mematut sebentar dirinya di depan pintu kaca. Sebelah tangannya menyentuh masker yang menutupi hampir sebagian wajahnya. Haruskah benda itu ia lepas? Ia termangu sebentar sebelum akhirnya menggeleng kecil. Setelah meyakinkan dirinya bahwa ia pasti bisa, ia melangkah pasti menuju ruang sekretariat.
“Selamat datang di Marlyn Advertising. Ada yang bisa saya bantu, Nona?” sapa seorang resepsionis ramah. Sekyung mengangguk sambil mengangsurkan sebuah map.
“Aku sedang mencari pekerjaan. Mungkin kalian bisa melihat-lihat dulu daftar riwayat kerjaku…”
“Maaf, Nona, tapi kami sedang tidak membuka lowongan. Mungkin lain waktu.” Tolak resepsionis itu halus.
“Tapi, mungkin kalian bisa melihatnya dulu.” Desak Sekyung. Raut muka resepsionis itu mendadak berubah.
“Maaf, Nona, tapi kami sedang tidak membuka lowongan pekerjaan.” Ulang resepsionis itu sekali lagi dengan nada penuh penekanan.
“Aku sangat berbakat dalam desain, editing foto…”
“Nona, tolong bawa kembali formulir Anda itu sebelum dengan berat hati saya terpaksa memanggil security untuk mengamankan Anda.”
Sekyung menarik kembali map yang ia bawa. Sebuah rasa terluka membekas di hatinya. Ia membungkuk sopan, lalu berjalan memunggungi resepsionis yang kebingungan itu.
Sekyung berjalan gontai menyusuri jalanan Seoul pada hari yang terik itu. Mantel cokelat panjangnya terjuntai hingga lutut, sementara high heels putihnya terantuk-antuk pada trotoar. Ia merasa gerah, namun tak ada keinginan untuk melepas pakaian yang seharusnya ia kenakan pada musim dingin. Mantel itu membawa banyak kenangan bagi Sekyung. Bahkan hangat yang menjalar pada tubuhnya terasa seperti datang dari…
Sebuah angin kencang meniup map yang dibawa Sekyung, menerbangkannya cukup jauh ke depan. Sekyung mengomel kecil lalu berlari untuk memungutnya. Tiba-tiba pikirannya terlintas pada kejadian yang baru saja ia alami.
Sejak kecelakaan itu, Sekyung dipecat dari agensi dan hampir-hampir bunuh diri karena frustasi. Kehilangan pekerjaan, orang-orang yang ia cintai, apa ada hal yang lebih menyakitkan dari itu? Ia mencoba mencari dan terus mencari pekerjaan untuk memulihkan nama baiknya. Tapi semakin ia berusaha, maka semakin berat luka yang harus ia terima.
Pernah suatu hari seorang gadis melemparinya dengan batu. Waktu itu adalah malam ketika Sekyung pulang berkunjung dari rumah ibunya. Jalanan cukup sepi, lampu-lampu yang berjejer pun tak cukup terang cahayanya. Sekyung tak bisa melihat dengan jelas wajah si pelempar itu. Hanya sebuah suara yang amat menyakitkan untuk didengar.
“Kau adalah seorang pembunuh! Jika aku adalah Jonghyun-ssi, sudah pasti kau akan kukirim ke neraka dan kuhilangkan kau dari muka bumi ini!”
Sekyung mencoba untuk melindungi dirinya sendiri, namun mendengar hinaan itu, ia tak tahan lagi. Ia berdiri dari duduknya dan berteriak membela diri, namun ia tak menyangka gadis itu akan melemparinya lagi dengan sebuah batu. Dan batu itu mengenai pipinya, menimbulkan lebam dan goresan yang terlihat jelas. Itulah alasan mengapa ia mengenakan masker. Orang-orang tidak akan tahu jika ia adalah “pembunuh”, dan mereka tidak akan bisa melihat sisi buruknya itu.
“Sekyung-ssi?”
Sebuah suara menyadarkan Sekyung dari lamunannya. Ia menoleh untuk mencari sumber suara dan terkejut. Wanita dengan wajah imut berdiri di hadapannya sambil mengulurkan tangan. Sekyung meraih tangan itu dan malu saat menyadari diam-diam ia duduk berjongkok di jalan.
“Sedang apa duduk di situ? Mencari sesuatu?” tanya wanita itu sambil terkekeh geli. Sekyung hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil memalingkan muka.
“Tadi ada barang bawaanku yang jatuh. Aku memungutnya dan tanpa sadar…” Sekyung menghentikan ucapannya, lalu menggeleng,”Bukan hal penting. Kau sendiri sedang apa disini?”
“Aku baru saja menyelesaikan sebuah pemotretan.” Wanita itu tersenyum kecil. Sekyung mencelos iri, andai pekerjaan semacam itu juga datang padanya lagi.
“Apa yang kau bawa itu?” tanya wanita itu tiba-tiba sambil menarik map yang dibawa Sekyung.
“Ah, bukan apa-apa!” pekik Sekyung malu. Wanita itu membuka mapnya dan membaca satu-persatu kertas di dalamnya.
“Sekyung-ssi, apa kau sedang kesulitan mencari pekerjaan?” tanya wanita itu dalam nada kesedihan yang tulus. Sekyung menunduk, sepertinya tanpa perlu ia jawab pun wanita itu pasti sudah mengerti jawabannya.
“Kenapa kau tidak bilang padaku? Aku bisa membantumu untuk itu.”
“Terima kasih, tapi aku tidak ingin merepotkanmu lagi Yoobi-ssi.” Tolak Sekyung. Lee Yoobi sudah terlalu sering menolongnya, jadi ia tidak ingin meminta bantuan darinya lagi.
“Lalu, bagaimana denganmu nanti?”
“Entahlah. Aku bisa mencari pekerjaan lain nanti.” Jawab Sekyung dengan senyum yang dipaksakan. Yoobi menepuk pundaknya untuk memberi dukungan dan tersenyum.
“Datang saja padaku jika kau membutuhkan bantuan lagi. Janji?” Yoobi mengulurkan kelingking kanannya, dan dengan senang hati Sekyung menautkan kelingkingnya disana.
“Baiklah, kalau begitu aku harus pergi dulu. Manajerku bisa marah kalau dia tahu aku datang terlambat untuk jadwal berikutnya.” Kata Yoobi santai,”Sampai jumpa!”
“Ya, sampai jumpa.”
Sekyung melanjutkan langkahnya. Sementara dari kejauhan Yoobi memandangnya dengan tatapan benci. Senyum yang ia tunjukkan dihadapan Sekyung berubah menjadi seringai.
“Woojin-ssi, kau lihat? Dia semakin menderita tiap harinya.” Yoobi menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Orang yang ia panggil Woojin muncul dari balik tikungan. Sebuah rokok terselip di bibirnya.
“Ya, aku turut prihatin melihatnya.” Woojin mengepulkan asap kecil. Ia melirik Yoobi dengan pandangan bingung,”Bukankah berbahaya kalau kau terus mendekatinya? Maksudku, dia adalah ‘wanita yang dihilangkan’ itu. Jika ada pers yang mengetahui pertemuanmu dengannya, kau tahu apa yang akan terjadi, bukan?”
“Woojin, sejak kapan aku jadi penakut seperti ini?” ejek Yoobi,”Kita bisa memanfaatkan jika hal itu terjadi. Jika pers tahu tentang hal ini, aku akan membela diriku sendiri dan orang itu, sehingga mereka akan mengira aku adalah orang baik-baik.”
“Kau yakin itu akan terjadi?” Woojin menggeleng kecil, tak paham dengan jalan pikiran artisnya.
“Kau kan manajerku, seharusnya kau mendukungku dong.” Yoobi menyikut pelan pinggang Woojin.
“Dengan begini, pers tidak akan mencurigaiku.” Yoobi tersenyum kecil dan berjalan mendahului manajernya.
“Terserah kau sajalah.” Woojin membuang puntung rokoknya dan menginjaknya keras. Ia juga berharap semoga tak ada satupun yang mencurigai Yoobi atas kecelakaan itu.

~To Be Continued~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fairyland © 2014