Title : Lost
Author : Alice (FF Cover by Alice)
Cast : Shin Sekyung (Actress), Lee
Yoobi (Actress), Kim Woojin (OC)
Genre : Romance
Rating : PG
Length : Chaptered (Part 2)
Author’s
note :
Waaah, sudah masuk
Part 2! Mohon maaf yang sebesar-besarnya karena lanjutan FF kali ini telat
banget dari jadwal yang sudah ditetapkan T^T Terima kasih untuk kalian yang
selama ini sudah mau membaca FF ini. Masih jauh dari yang diharapkan ya? Hiks…
Tapi Author bakal berjuang! Hehe… Semoga FF ini bisa tuntas dengan hasil yang
memuaskan. Oh iya, jangan lupa RCL : Read, Comment, Like, plus klik Google+
juga kalau kalian suka. Thanks for reading! >_<
∞ Lost ∞
Sebuah gedung bertingkat tinggi, dengan
kaca-kaca lebar memenuhi hampir setiap ruangannya. Shin Sekyung menarik napas
panjang dan menghembuskannya perlahan. Sepatu hak tingginya berbunyi nyaring di
lantai yang sepi itu. Semakin cepat kakinya melangkah, semakin nyaring pula
bunyi yang ia timbulkan. Beberapa orang menengok untuk melihat siapa pembuat keramaian
itu dan merutuk pelan, sementara Sekyung hanya mendongakkan kepala untuk
menyembunyikan rasa malunya.
Perusahaan periklanan itu tidak seberapa
besar, bahkan mungkin bisa dibilang lebih kecil dibandingkan dengan agensi lamanya.
Namun Sekyung sudah tidak punya pilihan lain lagi. Uang tabungan di bank yang
ia miliki mulai menipis sedangkan masih banyak tagihan yang harus ia bayar.
Sekyung mematut sebentar dirinya di depan pintu kaca. Sebelah tangannya
menyentuh masker yang menutupi hampir sebagian wajahnya. Haruskah benda itu ia
lepas? Ia termangu sebentar sebelum akhirnya menggeleng kecil. Setelah
meyakinkan dirinya bahwa ia pasti bisa, ia melangkah pasti menuju ruang sekretariat.
“Selamat datang di Marlyn Advertising.
Ada yang bisa saya bantu, Nona?” sapa seorang resepsionis ramah. Sekyung
mengangguk sambil mengangsurkan sebuah map.
“Aku sedang mencari pekerjaan. Mungkin
kalian bisa melihat-lihat dulu daftar riwayat kerjaku…”
“Maaf, Nona, tapi kami sedang tidak membuka lowongan. Mungkin lain waktu.” Tolak resepsionis itu halus.
“Maaf, Nona, tapi kami sedang tidak membuka lowongan. Mungkin lain waktu.” Tolak resepsionis itu halus.
“Tapi, mungkin kalian bisa melihatnya
dulu.” Desak Sekyung. Raut muka resepsionis itu mendadak berubah.
“Maaf, Nona, tapi kami sedang tidak
membuka lowongan pekerjaan.” Ulang resepsionis itu sekali lagi dengan nada
penuh penekanan.
“Aku sangat berbakat dalam desain, editing foto…”
“Nona, tolong bawa kembali formulir Anda
itu sebelum dengan berat hati saya terpaksa memanggil security untuk mengamankan Anda.”
Sekyung menarik kembali map yang ia
bawa. Sebuah rasa terluka membekas di hatinya. Ia membungkuk sopan, lalu
berjalan memunggungi resepsionis yang kebingungan itu.
Sekyung berjalan gontai menyusuri
jalanan Seoul pada hari yang terik itu. Mantel cokelat panjangnya terjuntai
hingga lutut, sementara high heels putihnya terantuk-antuk pada trotoar. Ia
merasa gerah, namun tak ada keinginan untuk melepas pakaian yang seharusnya ia
kenakan pada musim dingin. Mantel itu membawa banyak kenangan bagi Sekyung.
Bahkan hangat yang menjalar pada tubuhnya terasa seperti datang dari…
Sebuah angin kencang meniup map yang
dibawa Sekyung, menerbangkannya cukup jauh ke depan. Sekyung mengomel kecil
lalu berlari untuk memungutnya. Tiba-tiba pikirannya terlintas pada kejadian
yang baru saja ia alami.
Sejak kecelakaan itu, Sekyung dipecat
dari agensi dan hampir-hampir bunuh diri karena frustasi. Kehilangan pekerjaan,
orang-orang yang ia cintai, apa ada hal yang lebih menyakitkan dari itu? Ia
mencoba mencari dan terus mencari pekerjaan untuk memulihkan nama baiknya. Tapi
semakin ia berusaha, maka semakin berat luka yang harus ia terima.
Pernah suatu hari seorang gadis
melemparinya dengan batu. Waktu itu adalah malam ketika Sekyung pulang
berkunjung dari rumah ibunya. Jalanan cukup sepi, lampu-lampu yang berjejer pun
tak cukup terang cahayanya. Sekyung tak bisa melihat dengan jelas wajah si
pelempar itu. Hanya sebuah suara yang amat menyakitkan untuk didengar.
“Kau adalah seorang pembunuh! Jika aku
adalah Jonghyun-ssi, sudah pasti kau akan kukirim ke neraka dan kuhilangkan kau
dari muka bumi ini!”
Sekyung mencoba untuk melindungi dirinya
sendiri, namun mendengar hinaan itu, ia tak tahan lagi. Ia berdiri dari
duduknya dan berteriak membela diri, namun ia tak menyangka gadis itu akan
melemparinya lagi dengan sebuah batu. Dan batu itu mengenai pipinya,
menimbulkan lebam dan goresan yang terlihat jelas. Itulah alasan mengapa ia
mengenakan masker. Orang-orang tidak akan tahu jika ia adalah “pembunuh”, dan
mereka tidak akan bisa melihat sisi buruknya itu.
“Sekyung-ssi?”
Sebuah suara menyadarkan Sekyung dari
lamunannya. Ia menoleh untuk mencari sumber suara dan terkejut. Wanita dengan
wajah imut berdiri di hadapannya sambil mengulurkan tangan. Sekyung meraih
tangan itu dan malu saat menyadari diam-diam ia duduk berjongkok di jalan.
“Sedang apa duduk di situ? Mencari
sesuatu?” tanya wanita itu sambil terkekeh geli. Sekyung hanya menggaruk
tengkuknya yang tak gatal sambil memalingkan muka.
“Tadi ada barang bawaanku yang jatuh.
Aku memungutnya dan tanpa sadar…” Sekyung menghentikan ucapannya, lalu
menggeleng,”Bukan hal penting. Kau sendiri sedang apa disini?”
“Aku baru saja menyelesaikan sebuah
pemotretan.” Wanita itu tersenyum kecil. Sekyung mencelos iri, andai pekerjaan
semacam itu juga datang padanya lagi.
“Apa yang kau bawa itu?” tanya wanita
itu tiba-tiba sambil menarik map yang dibawa Sekyung.
“Ah, bukan apa-apa!” pekik Sekyung malu.
Wanita itu membuka mapnya dan membaca satu-persatu kertas di dalamnya.
“Sekyung-ssi, apa kau sedang kesulitan
mencari pekerjaan?” tanya wanita itu dalam nada kesedihan yang tulus. Sekyung
menunduk, sepertinya tanpa perlu ia jawab pun wanita itu pasti sudah mengerti jawabannya.
“Kenapa kau tidak bilang padaku? Aku
bisa membantumu untuk itu.”
“Terima kasih, tapi aku tidak ingin
merepotkanmu lagi Yoobi-ssi.” Tolak Sekyung. Lee Yoobi sudah terlalu sering
menolongnya, jadi ia tidak ingin meminta bantuan darinya lagi.
“Lalu, bagaimana denganmu nanti?”
“Entahlah. Aku bisa mencari pekerjaan
lain nanti.” Jawab Sekyung dengan senyum yang dipaksakan. Yoobi menepuk
pundaknya untuk memberi dukungan dan tersenyum.
“Datang saja padaku jika kau membutuhkan
bantuan lagi. Janji?” Yoobi mengulurkan kelingking kanannya, dan dengan senang
hati Sekyung menautkan kelingkingnya disana.
“Baiklah, kalau begitu aku harus pergi
dulu. Manajerku bisa marah kalau dia tahu aku datang terlambat untuk jadwal
berikutnya.” Kata Yoobi santai,”Sampai jumpa!”
“Ya, sampai jumpa.”
Sekyung melanjutkan langkahnya.
Sementara dari kejauhan Yoobi memandangnya dengan tatapan benci. Senyum yang ia
tunjukkan dihadapan Sekyung berubah menjadi seringai.
“Woojin-ssi, kau lihat? Dia semakin
menderita tiap harinya.” Yoobi menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Orang yang ia panggil Woojin muncul dari balik tikungan. Sebuah rokok terselip
di bibirnya.
“Ya, aku turut prihatin melihatnya.”
Woojin mengepulkan asap kecil. Ia melirik Yoobi dengan pandangan bingung,”Bukankah
berbahaya kalau kau terus mendekatinya? Maksudku, dia adalah ‘wanita yang
dihilangkan’ itu. Jika ada pers yang mengetahui pertemuanmu dengannya, kau tahu
apa yang akan terjadi, bukan?”
“Woojin, sejak kapan aku jadi penakut
seperti ini?” ejek Yoobi,”Kita bisa memanfaatkan jika hal itu terjadi. Jika
pers tahu tentang hal ini, aku akan membela diriku sendiri dan orang itu,
sehingga mereka akan mengira aku adalah orang baik-baik.”
“Kau yakin itu akan terjadi?” Woojin
menggeleng kecil, tak paham dengan jalan pikiran artisnya.
“Kau kan manajerku, seharusnya kau
mendukungku dong.” Yoobi menyikut pelan pinggang Woojin.
“Dengan begini, pers tidak akan
mencurigaiku.” Yoobi tersenyum kecil dan berjalan mendahului manajernya.
“Terserah kau
sajalah.” Woojin membuang puntung rokoknya dan menginjaknya keras. Ia juga
berharap semoga tak ada satupun yang mencurigai Yoobi atas kecelakaan itu.
~To Be Continued~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar